Berwudhu merupakan syarat atau cara bersuci yang sangat penting dalam Islam ketika kita hendak melakukan sholat dan ibadah lainnya. Air merupakan hal yang digunakan untuk membersihkan anggota tubuh dan berwudhu pada umumnya.
Namun, bagaimana bila kita sedang berada di daerah salju dan sulit untuk mendapatkan air? Apakah salju bisa digunakan untuk berwudhu menggantikan air? Pertanyaan ini sering muncul dari umat Islam yang tinggal di daerah yang bersalju. Mari kita simak penjelasan terhadap masalah ini.
Hukum Dasar Wudhu
Wudhu adalah hal yang wajib dilaksanakan ketika hendak melaksanakan sholat, dan menjadi syarat sah sholat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
“يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِۗ”
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mendirikan sholat, maka basuhlah wajahmu, dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu, serta basuhlah kakimu sampai dengan mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Fatwa Para Ulama Dalam Masalah Ini
Para ulama sepakat bahwa salju pada dasarnya adalah air yang membeku. Oleh karena itu, salju yang dicairkan dianggap sebagai air yang sah digunakan untuk berwudhu, asalkan memenuhi syarat-syarat selanjutnya.
Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menjelaskan bahwa air, baik yang berbentuk cair ataupun beku (salju), selama tidak tercemar dengan najis, maka ia sah digunakan untuk berwudhu.
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar yang mengatakan bahwa salju yang telah mencair dianggap sebagai air yang suci dan juga mensucikan, sehingga boleh digunakan untuk berwudhu.
Syarat-Syarat Penggunaan Salju untuk Berwudhu
- Mencairkan saljunya terdahulu
- Salju yang akan dipakai terhindar dari najis, baik yang besar maupun yang kecil.
Kesimpulan
Dari fatwa yang telah disampaikan oleh para ulama, bahwa salju yang dicairkan bisa digunakan untuk berwudhu, karena pada dasarnya salju adalah air yang membeku. Selama salju tersebut suci dan jauh dari hal yang mengandung najis, ia telah memenuhi syariat tersebut.
Referensi:
- Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab.
- Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari.