Diantara hak anak yang wajib ditunaikan oleh para orang tua adalah wajibnya menyamakan pemberian kepada anak. Tidak boleh melebihkan satu anak dibanding yang lain dalam hal pemberian atau hibah atau hadiah.
Wajib Sama Dalam Pemberian Dan Hibah
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, “Diantara hak anak adalah orang tua tidak melebihkan seorang anaknya dalam hal athaya’ (pemberian) dan hibah. Tidak boleh memberikan salah seorang anak saja, sedangkan yang lain tidak diberi. Karena ini merupakan kecurangan dan kezhaliman, dan Allah tidak mencintai orang yang zhalim. Selain itu ini juga hal ini menimbulkan kekecewaan dari anak yang tidak diberi dan menimbulkan permusuhan diantara mereka. Bahkan terkadang menimbulkan permusuhan antara ia dan orang tuanya”.
Beliau melanjutkan, “Sebagian anak, ia lebih istimewa dibanding yang lain dalam berbakti dan lebih sayang kepada orang tua. Lalu orang tua pun mengkhususkan ia dalam hal hibah dan pemberian karena sebab keistimewaannya itu. Namun ini bukanlah alasan yang baik untuk mengkhususkan pemberian kepadanya. Keistimewaan ia dalam berbakti tidak perlu di balas berupa materi, karena Allah lah yang akan membalasnya.
Karena mengistimewakan anak tersebut dalam pemberian, akan membuat anak tersebut ujub atas amal baktinya kepada orang tua, dan ia akan memandang bahwa dirinya lebih baik dari saudaranya yang lain, dan membuat anak yang lain akan terus berada dalam kedurhakaannya. Karena kita tidak tahu apa yang terjadi kelak.
Terkadang anak yang berbakti berubah menjadi durhaka, atau yang durhaka berubah menjadi berbakti. Karena hati itu di tangan Allah, Allah membolak-balik hati sesuai kehendak-Nya. Dalam Shahihain, Shahih Al Bukhari dan Muslim, dari An Nu’man bin Basyir, bahwa ayahnya, Basyir bin Sa’ad menghadiahkan budak laki-laki untuknya. Kemudian An Nu’man mengabarkan hal ini kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda:
أكل ولدك نحلته مثل هذا ؟ قال : لا . قال فأرجعه
“Apakah setiap anakmu mendapatkan hal yang semisal?”. Basyir menjawab: “tidak”. Nabi mengatakan, “kalau begitu kembalikanlah” (HR. Al Bukhari 2587, Muslim 1623/9).
Dalam riwayat lain Nabi bersabda (kepada Basyir) :
اتقوا واعدلوا بين أولادكم
“Bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian” (HR. Al Bukhari 2587, Muslim 1623/13)
Dalam lafazh yang lain:
أشهد على هذا غيري ، فإني لا أشهد على جور
“Carilah saksi yang lain, karena aku tidak mau menjadi saksi atas kecurangan” (HR. Al Bukhari 2650, Muslim 1623/14)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menamai perbuatan melebihkan salah seorang anak dibanding yang lain sebagai perbuatan curang dan curang itu zhalim serta haram hukumnya”
(Huquq Da’at Ilaihal Fithrah, bab ke-4, bisa dilihat di sini).
Syaikh Abdullah Al Faqih memaparkan, “Tidak ada khilaf di antara ulama bahwa orang tua dituntut untuk taswiyah (menyamakan) pemberian kepada anak-anaknya. Dan tidak disyariatkan melebihkan salah seorang diantara mereka. Namun memang diantara ulama ada yang berpendapat taswiyah tersebut tidak wajib, dan sebagian ulama yang lain mengatakan wajib dan inilah yang rajih (lebih kuat)” (Fatwa IslamWeb no. 27543).
Setelah membawakan hadits-hadits yang menjadi dalil taswiyah dalam pemberian kepada anak, beliau juga melanjutkan, “sebagian ulama berdalil dengan hadits ini bahwa wajib menyamakan pemberian kepada anak-anak. dan menunjukkan bahwa wajib mengurungkan pemberian jika terjadi ketidak-adilan tersebut.
Yang berpendapat demikian diantaranya Ishaq, Ats Tsauri, dan ditegaskan oleh Imam Al Bukhari dan juga salah satu pendapat dari Imam Ahmad. Adapun jumhur, mereka berpendapat bahwa taswiyah dalam pemberian kepada anak hukumnya sunnah. Mereka memaknai perintah-perintah dalam hadits sebagai perintah anjuran. Demikian juga mereka memaknai larangan dalam lafadz hadits Muslim, (sabda Nabi kepada Basyir)”
أيسرك أن يكونوا لك في البر سواء قال: بلى.؟ قال: فلا إذن
“Apakah engkau senang jika engkau diberi kebaikan yang sama sebagaimana orang lain? Basyir menjawab: ‘tentu’. Nabi bersabda: ‘kalau demikian, maka jangan begitu’” jumhur memaknai larangan di sini sebagai tanzih (larangan anjuran)” (Fatwa IslamWeb no. 5348).
Boleh Tidak Sama Dalam Hal Kebutuhan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan, “Namun jika salah seorang anak diberikan sesatu yang memang ia butuhkan sedangkan yang lain tidak membutuhkannya, semisal salah seorang anak membutuhkan alat tulis, atau obat tertentu, atau butuh menikah, maka tidak mengapa mengkhususkan salah seorang diantara mereka sesuai dengan kebutuhannya. Karena pengkhususan ini disebabkan kebutuhan, sehingga ia dianggap sebagai nafkah” (Huquq Da’at Ilaihal Fithrah, bab ke-4).
Dikutip Dari:
https://muslim.or.id/20193-wajib-persamaan-dalam-pemberian-kepada-anak.html