Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam sang khalifah Bani Umayyah yang terkenal akan keadilannya, ketegasannya dalam menjalankan amanah seorang pemimpin di kekhalifahan Bani Umayyah.
Ibunya yang Bernama Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin Al-Khathab, merupakan dari garis keturunan Umar bin Al-Khathab. Beliau lahir di Madinah pada tanggal 26 Safar tahun 63 H.
Beliau yang lahir di waktu ketika Khalifah Umayyah sedang mengalami penurunan dikarenakan wafatya Mua’wiyah bin Abu Sufyan paada tahun 60 H, kezhaliman merajalela dimana-mana. Dimana hubungan antar ulama dengan para penguasa terjadi kesenjangan.
Kondisi khalifah Umayyah juga semakin buruk, ketika Sebagian orang zhalim mengemban kekuasaan ketika itu, seperti Al-Hajjaj bin Yusuf dan para pengikutnya. Mereka mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan menggunakannya tanpa aturan dan dipakai untuk menggunakan hal-hal yang tidak penting.
Sejak kecil beliau ditempa oleh ayahnya untuk memperdalam ilmu agama. Ayahnya mengirim beliau untuk pergi ke Madinah untuk memperdalam ilmu agama.
Kepergian beliau ke Madinah bukan keinginan ayahnya, akan tetapi atas inisiatif Umar bin Abdul Aziz sendiri beliau pergi ke Madinah untuk dapt meneguk ilmu dari paraa ulama di sana dan mempertajam kemampuan sastranya.
Ketika Al-Walid bin Abdul Malik memegang puncak kekuasaan khilafah, Umar bin Abdul Aziz dipercaya memegang pemerintahan kota Madinah, Mekkah dan Thaif selama rentang 7 tahun antara 86-93 H.
tercatat ada beberapa Ulama besar menjadi teman diskusinya. Di antaranya: Urwah, Ubaidillah bin Abdillah binUtbah, Abu Bakr bin Abdirrahman bin Al-Harits bin Hisyam, Sulaiman bin Yasar, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, Salim bin Abdillah, dan Abdullah bin Amir bin Rabiah. Setelah memegang kekuasaan di pemerintahan kota Madinah selama 7 tahun, beliau Kembali ke Syam, sampai akhirnya terpilih sebagai Khalifah pada 10 Safar tahun 99 H.
Sebagai Khalifah yang baru, beliau membuat rencana baru tentang beberapa kebijakan. Melalui langkah-langkah perbaikan tersebut, maka kemakmuran dan stabilitas sebuah Daulah dapat diwujudkan dalam waktu singkat dengan izin Allah. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz:
1. Mengoreksi Orientasi dan Jalan Hidup Diri Sendiri
sebelum merubah kebijakan sesuatu, Umar bin Abdul Aziz menginstropeksi terhadap diri pribadinya terdahulu, sampai orang yang mengenalnya takjub terhadap beliau.
Sebagai contoh, Usai kembali dari kubur Sulaiman bin ‘Abdil Malik, beliau disediakan berbagai macam tunggangan, kuda dan keledai. Lantas beliau bertanya: “Apa ini?” Mereka menjawab,”Ini fasilitas bagi Khalifah.”
Beliau pun mengomentari pemberian ini: “Aku tidak membutuhkannya. Jauhkan ini semua dariku. Tolong, bawa kemari keledai milikku,” kemudian beliau memerintahkan agar fasilitas-fasilitas tersebur dijual dan hasil penjualannya disimpan di Baitul Mal.
Beliau pun berkata: “Keledaiku yang berwarna kelabu saja ini sudah cukup”.[1]
2. Memperbaiki Keluarganya Sendiri
setelah dirinya sendiri, lalu dilanjutlah kepada keluarganya sendiri, beliau mendatangi istrinya, Fathimah binti Abdil Malik. Lalu beliau menanyakan tentang permata yang dimiliki oleh istrinya, “Darimana engkau mendapatkanya?” sang istri pun menjawab, “Amiurl Mukminin yang telah memberiku”.
Beliau pun melanjutkan, “Kembalikanlah ke Baitul Mal, atau izinkan aku menceraikan dirimu. Aku tidak ingin berkumpul denganmu, sementara barang itu masih bersamamu berada di dalam rumah.”
Istrinya pun melanjutkan dengan respon positif dan dia menjawab, “Alu lebih memilihmu daripada memiliki barang semacam itu berlipat ganda,” maka sang istri pun segera meletakkan barang tersebut di Baitul Mal.
3. Memperbaiki Keluarga Besar Dinasti Umayyah
Tahapan berikutnya yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz adalah memperbaiki masalah internal keluarga Bani Umayyah. Mengembalikan seluruh harta yang diambil Bani Marwan tanpa cara yang benar dan dimasukkan ke dalam Baitul Mal.
Lalu, kekayaan yang berasal dari kezaliman dikembalikan kepada ke pemiliknya atau kepada Baitul Mal bila tidak ada pemiliknya.
4. Memperbaiki Masing-masing Pemimpin Daerah dengan Surat Edaran Agar Taat Kepada Allah
Sekarang beliau membuat surat edaran untuk kepada para gubernur yang berada di bawah kepemimpinannya, agar taat kepada Allah dan melarang mereka dari perbuatan maksiat, menetapkan sanksi dan hadiah bagi yang berhak.
Beliau juga mengingatkan kepada mereka dengan sejarah para khalifah terdahulu. Ada yang sukses, dan ada pula pemimpin yang merugi.
5. Menanamkan Rasa Takut Kepada Allah
Menanamkan ras takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala kepada para pejabat dan para warganya. Beliau pernah menangis pada waktu khutbah jum’at, karena takut kepada Allah. Orang-orang yang mendengarnya pun menangis, sehingga masjid bergemuruh oleh suara tangisan.
6. Menanamkan Rasa Cinta Kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah
Mencerdaskan para pejabat dan rakyatnya dengan menanamkan rasa cinta kepada Al-Qur’an dan kepada As-Sunnah. Beliau pun mengirim da’i-da’i ke setiap pedesaan untuk mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
7. Berdakwah Kepada Non-Muslim
Umar bin abdul Aziz tidak hanya memperbaiki kondisi Bani Umayyah saja, akan tetapi beliau juga menyebarkan dakwah Islam ini dengan perhatian besar kepada non-muslim.
Beliau mengutus dai-dai untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Sejumlah dai dikirim ke wilayah Afrika. Hasilnya, banyak dari kalangan suku Barbar yang kemudian masuk Islam.
Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah mencerminkan bagaoimana dedikasi yang begitu luar biasa dapat membawa perubahan yang nyata dan mengarah positif.
Ketegasannya dalam menjalankan amanah dengan penuh ketaqwaan dan ketakutan kepada Allah dengan sesuai yang diajarkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menjadikannya sebagai pemimpin yang dicintai oleh seluruh rakyatnya.
Langkah-langkah perubahan yang beliau terapkan berhasil menciptakan stabilitas dan kemakmuran bagi seluruh daulah kekhalifahan Umayyah bahkan menyebarnya islam hingga wilayah non-muslim.
Umar bin Abdul Aziz meninggalkan warisan kepemimpinan yang adil dan bijaksana, sehingga dikenang sebagai salah satu periode terbaik dalam Sejarah Islam.