Biografi Singkat Umar bin Khathab
Umar bin Khathab merupakan salah satu sahabat yang dijamin surga. Nama lengkap beliau adalah Abu Hafsh Umar bin Khathab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Adi bin Ka’ab bin Lu’aiy bin Ghalib Al-Qurasy.
Beliau dijuluki dengan Al-Faruq, karena beliaulah yang menampakkan islamnya secara terang-terangan di kota Mekkah. Dan karenanya Allah menampakkan secara jelas segala hal antara kekufuran dan kebatilan.
Beliau lahir tiga belas tahun setelah Peristiwa Gajah, dari rahim perempuan bernama Hantamah binti Hisyam bin Al-Mughirah, kakak dari Abu Jahal bin Hisyam.
Sebelum mengenal islam, beliau termasuk orang-orang yang paling keras dalam memusuhi islam. Beliau juga beberapa kali menampakkan perlawanan kepada islam.
Akan tetapi, sekeras-kerasnya hati seseorang apabila Allah telah menentukan jalan takdirnya maka tidak akan bisa terbantahi. Umar bin Khathab masuk islam setelah mendatangi kediaman adiknya, beliau secara tidak sengaja membaca ayat-ayat qur’an lalu terbukalah hatinya agar masuk ke dalam agama islam.
Setelah masuk islam, Umar bin Khathab merupakan orang yang tidak segan untuk mengungkapkan keislamannya ke semua orang. Umar bin Khathab merupakan sosok yang ditakuti oleh seluruh kaum Quraisy.
Umar bin Khathab adalah seorang yang sangat tawadhu kepada Allah . kehidupan dan makanannya sangat sederhana. Beliau juga terkenal sangat tegas dalam semua aspek yang berkaitan dengan agama.
Dikarenakan sifat beliau yang sangat tegas, beliau mempunyai wibawa yang sangat besar, selalu mengendarai keledai tanpa pelana, jarang tertawa dan tidak pernah bergurau tentang hal-hal yang mengandung kebohongan. Karena sifat tegasnya itu beliau sangat dihormati oleh seluruh kaum muslimin.
Kisah Pengharaman Khamr
Ketika itu di zaman kekhalifahan Umar bin Khathab pada tahun 18 H, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa hukum khamr (minuman keras) dalam Al-Qur’an itu memberikan pilihan agar tidak meminumnya dan masih boleh meminumnya. Dalam ayat tersebut berbunyi,
فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ ٩١
‘Tidakkah kalian berhenti.’ (Al-Ma’idah:91)
Kejadian ini dilaporkan oleh Abu Ubaidah melalui surat kepada Umar bin Khathab. Mereka menjadikan dalil diatas sebagai pedoman untuk membolehkan meminum khamr.
Setelah surat tersebut sampai di Umar, maka akhirnya Umar bin Khathab mengumpulkan para sahabat dalam kasus penafsiran yang disalahpahami ini.
Akhirnya mereka semua sepakat untuk menentang pemahaman mereka mengenai makna ayat tersebut yang sebenarnya adalah kata perintah yang berarti:
“Berhentilah!!! Akhirnya para sahabat sepakat untuk mencambuk orang-orang yang masih meminum khamr sebanayak 80 kali cambukan untuk setiap orang.’
Mereka sepakat bagi siapa saja yang masih berpegang teguh dengan penafsiran yang keliru, maka akan dihukum mati.
Setelah penetapan tafsir baru tersebut, maka Umar bin Khathab segera menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang berbunyi,
“Tanyakan kepada mereka mengenai khamar, apakah menurut mereka halal? Jika mereka mengatakan halal, maka bunuhlah mereka, tetapi jika mereka mengatakan haram, maka cambuklah mereka.’
Akhirnya merekapun mengakui keharamannya khamr tersebut, setelah itu mereka dicambuk. Dan mereka menyesali atas penafsiran mereka yang serampangan terhadap ayat ini.
Bahkan Abu Jandal sempat digoda setan yang membisikkan padanya seolah-olah dosanya sangat besar dan tidak diampuni, maka Umar bin Khathab segera menulis surat untuknya secara khusus dan berkata padanya dengan menuliskan ayat berikut,
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدِ افْتَرٰٓى اِثْمًا عَظِيْمًا ٤٨
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah berbuat dosa yang sangat besar.” (An-Nisa: 48)
Simpulan
Umar juga menulis peringatan untuk Masyarakat luas, ‘Hendaklah kalian mengawasi diri kalian sendiri, jika ada yang merubah agama ini, maka rubahlah dan tunjuki mereka, jangan ada seseorang pun menghina temannya atas kesalahannya yang akan membuat bala bencana semakin tersebar di antara kalian semua’.”
Inilah contoh sifat ketegasan Umar dalam menyelesaikan suatu masalah yang memberikan Pelajaran yang sangat berharga tentang pentingnya ketegasan dalam memimpin dan dalam menyelesaikan masalah termasuk disini menyelesaikan masalah kesalahan penafsiran dari suatu ayat Al-Qur’an.
Melalui peristiwa ini, kita diingatkan bahwa walaupun kesalahan yang kita punya merupakan kesalahan besar, sesungguhnya Rahmat serta ampunan dari Allah tidak akan pernah lepas dari hambanya yang bertaubat dengan sungguh-sungguh.
Oleh karena itu, janganlah kalian pernah putus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.